Beras Ramping (Slender) Lebih Disukai Pasar

By Admin


nusakini.com - Majalengka, 11 April 2018. Kami jual beras ramping (slender) ke pasar lebih mahal daripada beras bulat (bold), yaitu beras ramping seharga Rp 8.500/kg dan beras bulat hanya Rp 8.000/kg kata Wawan Setiawan ST. Sarjana teknik pemilik PB Huda Perkasa, Majalengka itu lebih lanjut mengatakan bahwa dia beli gabahnya ke petani lebih mahal gabah ramping daripada yang bulat. Berdasarkan pengalamannya, beras ramping juga bisa masuk kualitas premium dengan harga Rp 9.000/kg, sedangkan beras bulat hanya bisa masuk kualitas medium dengan harga Rp 8.030/kg kata Wawan menambahkan.

Lebih lanjut Wawan menjelaskan bahwa beras ramping biasanya berasal dari varietas Ciherang, Mekongga, Inpari dan lain-lain. Sedangkan beras bulat berasal dari varietas Cibatu, Cilamaya Muncul dan lain-lain. Semua varietas tersebut ditanam oleh petani Majalengka, meskipun Ciherang tetap merupakan varietas favorit petani. Ciherang itu rasanya enak, produktivitasnya tinggi, dan harga jualnya bagus, kata Hasan petani dari Desa Ligung, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka. 

Dr Indrastuti pemulia padi dari Balai Besar Litbang Padi, Sukamandi mengatakan bahwa semua varietas tersebut di atas adalah produk Badan Litbang Pertanian kecuali Cibatu memang varietas lokal. Ada lagi varietas Batutegi, tanamannya tinggi, kokoh, malai panjang, lebat, daun agak lebar, jumlah butir per malainya banyak, dan gabahnya bulat. Dalam hal rasa sebenarnya Ciherang (ramping) dan Cilamaya Muncul (bulat) sama-sama pulen dengan kandungan amilosa medium sekitar 20% kata Indrastuti menambahkan. Hanya saja para pemilik RMU lebih menyukai beras ramping karena umumnya RMU diseting untuk beras ramping. Kalau mau menggiling beras bulat maka perlu seting ulang yang memerlukan waktu kata Indrastuti menambahkan.

Saat ini panen padi di Kabupaten Majalengka hampir selesai. Tapi alhamdulillah kami masih dapat pasokan gabah dari kabupaten tetangga yaitu dari Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon kata Wawan menambahkan. Hal ini diamini oleh Muhammad Yunus pemilik PB Sri Wulan. Pabrik beras kami tetap beroperasi hingga panen musim gadu nanti, meskipun kami harus cari gabah ke Jateng seperti Demak dan Kudus terlebih dahulu karena disana panen musim gadunya lebih awal, kata Yunus menambahkan. 

Keuntungan bisnis beras sebetulnya tidak terlalu besar, hanya sekitar Rp 40-50/kg, jadi kalau bisa untung hingga Rp 100/kg itu sudah hebat kata Haji Dadang Rahmana pemilik PB Sri Ratna. Padahal bisnis ini memerlukan modal besar. Coba saja hitung bila kita beli gabah 200 ton kering jemur petani (KA sekitar 16-17%) dgn harga Rp 5.000/kg maka perlu modal sekitar 1 milyar Rp. Bila rendemen gabah ke beras sekitar 60% maka keuntungan tersebut hanya Rp 5-6 juta kata Dadang. 


Prof. Dedi Nursyamsi Kepala Bbsdlp, Bogor sekaligus anggota Tim Sergap Jabar mengatakan bahwa pengusaha beras memperoleh keuntungan bukan hanya dari selisih biaya penjualan dan biaya produksi beras tapi ada keuntungan lain. Para pengusaha beras umumnya memiliki RMU (rice miling unit), pengering (drier), kendaraan truk, dan lain-lain. Dengan demikian biaya produksi penggilingan, pengeringan, dan transportasi, dan lain-lain akan kembali ke kantong mereka sebagai jasa. 

Lebih lanjut Dedi menjelaskan bahwa para pengusaha beras juga mendapat keuntungan dari hasil samping (by product) RMU. Mereka bisa menjual dedak, bekatul, dan menir kepada para peternak itik untuk pakan. 

Hanya saja hingga saat ini mereka belum bisa memanfaatkan limbah sekam padi. Dedi mengatakan bahwa sekam padi bisa dibuat pupuk biosilika. Pupuk ini sangat diperlukan tanaman padi terutama di tanah-tana tua seperti Oxisol, Ultisol, dan lain-lain. Di Taiwan, sekam padi dibuat biochar untuk energi pemanas drier saat pengeringan padi. Bahkan RMU yang kapasitasnya besar bisa menjual sebagian biochar nya ke PLN nya Taiwan kata Dedi menambahkan.

Untuk mengamankan pangan nasional, kami siap pasok beras ke Bulog. Demikian Haji Bebeng Wasban MPd pemilik PB Bakti Rizki mengatakan. Bebeng merupakan mitra Bulog yang memberikan kontribusi beras terbesar di Sub Divre Cirebon. Tahun lalu saja Bebeng setor beras ke Bulog sekitar 5.000 ton.

Saya hanya menjual beras ke Bulog saja tidak ke tempat lain karena harganya pasti dan prosesnya mudah dan cepat kata Bebeng menambahkan. Bila GD1M (rekap pemasukan beras) dari gudang diterima, maka langsung diproses ke kantor Sub Divre Cirebon dan hari itu juga uang bisa dicairkan di BRI kata Bebeng. (pr/eg)